Saturday, November 29, 2014

Dampak Positive dan Negative dihapusnya UN tingkat SD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.                     Latar belakang masalah
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dngan perkembangan zamandan perkembangan cara berfikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang tidak akan bias maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan yang mapan. Dengan sistem pendidikan yang mapan, memungkinkan kita berfikir kritis, kreatif dan produktif.
Menanggapi pemerintah yang merencanakan penghapusan Ujian Nasional (UN) tingkat sekolah (SD) / MI / SDLB atau sekolah sederajat lainnya mulai tahun ajaran 2013/2014. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomer 32 tahun 2013 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudiyono pada tanggal 7 mei 2013, sebagai perubahan atas PP nomer 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam PP yang baru itu Ujian Nasional untuk SD dan sederajat tidak disertakan lagi.
Setelah terdengarnya isu tentang PENGHAPUSAN UJIAN NASIONAL PADA TINGKAT SD DAN SEDERAJAT maka timbulah Pro dan Kontra dari berbagai pihak. Hal ini dikarenakan UN masih dapat dijadikan sebagai alat ukur kualitas pendidikan di masing-masing wilayah. ”UN lebih mudah terprediksi dan bisa menjadi alat ukur dalam melihat peta kualitas pendidikan di wilayah Indonesia.  
Pokok pembahasan dalam makalah ini berfokus pada masalah penghapusan Ujian Nasional pada tingkat SD dan sederajat. Dan proses yang sangat berhubungan dengan Pro dan Kontra dalam pengambilan keputusan. 


1.2.                     Permasalahan

a.      Setujukah Anda Jika Ujian Nasional Pada Tingkat SD Dihapuskan ?
b.      Apakah Dampak Positif dan Negatif Dihapuskannya UN tingkat SD ?

1.3.                     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a.       Untuk mengetahui keputusan akhir dari Pro dan Kontra dalam penghapusan Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Dasar (SD) dan sederajat
b.      Sebagai salah satu  persyaratan untuk memenuhi tugas dari Dosen
c.       Mengukur kemampuan mahasiswa untuk menganalisa suatu kasus yang sedang berkembang dilingkugan masyarakat
d.      Ikut berpartisipasi mengeluarkan pendapat sesuai dengan tema makalah tesebut


BAB II
PEMECAHAN MASALAH

2.1.                     Landasan Masalah
Tepatnya pada tanggal 14 mei 2013 tiba-tiba seluruh tenaga pendidik dan staf-staf dikejutkan oleh pemberitahuan pemerintah mengenai perubahan Peraturan Pemerintah Nomer 19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendidikan yang berubah menjadi Peraturan Pemerintah nomer 32 tahuun 2013  yang berisi tentang Dihapuskannya Ujian Nasional (UN) pada tingkat Sekolah Dasar (SD).
Namun setelah berjalan hampir 1 tahun dari awal dikeluarkannya Peraturan Pemerintah itu sampai dengan saat ini masih banyak Pro dan Kontra dalam menanggapi Peraturan Pemerintah tersebut. Banyak kalangan yang menyetujui dan banyak pula kalangan yang tidak menyetujui dengan segala komentar yang mereka miliki .
Namun menurut Teuku Ramli selaku anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bahwa payung hukum perubahan Peraturan Pemerintah itu adalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional ( UU Sisdiknas ) penghapusan Ujian Nasional (UN) dijenjang SD/MI/SDLB sejalan dengan penetapan Kurikulum 2013 yang akan diimplementasikan tahun ajaran 2013-2014.
Sejumlah pakar pendidikan menyatakan penghapusan itu sejalan dengan kurikulum baru yang akan diterapkan Juli 2013, karena salah satu materi inti kurikulum baru itu adalah cara evaluasi pola “ Authentic assessment” dengan cara ini sistem evaluasi model multiple choice ( Pilihan Ganda ) sebagaimana yang dilakukan dalam Ujian Nasional (UN) tidak sejalan lagi. Ini sari lain dari kurikulum baru itu adalah penyederhanaan mata pelajaran. Ditingkat SD mata pelajaran yang sebelumnya ada 10 dikurangi menjadi 6 saja.


Dari pantauan yang ada , penghapusan UN untuk Sekolah Dasar ini mendapat sambutan positif dari kalangan pendidik. Tenaga pendidik di SDN Margahayu XVIII (Bekasi) menanggapi penghapusan UN SD ini dengan gembira. Ratih, tenaga pengajar kelas VI, mengatakan, dengan dihapuskannya maka penilaian kelulusan sepenuhnya diemban pihak Sekolah.
Dengan penghapusan ini pendidikan ditingkat Sekolah Dasar (SD) belum tentu akan mengalami kemajuan, nanti indikasi seperti apa yang akan ditentukan  pihak Sekolah Menengah Pertama saat menyeleksi murid-murid Sekolah Dasar (SD). , jika dilihat dari sudut pandang kurikulum yang baru, sudah sesuai bila UN dihapuskan. "Menurut Kurikulum Berbasis Karakter, penghapusan UN ini sudah sejalan, namun penerapan kurikulum ini kan dimulainya sejak kelas satu .
Dinas pendidikan di tiap provinsi bisa berkoordinasi dengan dinas-dinas pendidikan di tingkat kota/kabupaten untuk menentukan besaran ratarata nilai kelulusan. “Standar nilai kelulusan berdasarkan wilayah sudah bisa menjadi pemecah masalah. Namun, penyelenggaraan tetap terpusat. Jadi tidak perlu diributkan lagi,” tandasnya. Menurut Rochmat, penyelenggaraan UN tidak bisa diserahkan di wilayah masingmasing. Hal ini untuk menghindari masalah jika masih ada siswa daerah yang tertinggal dalam hal pelajaran, tentu akan sulit bersaing dengan di daerah yang telah maju.
Itu karena standar UN yang telah dibuat oleh pemerintah telah disesuaikan bobotnya dengan kemampuan di masing-masing provinsi di Indonesia “Apalagi soal UN memang sudah dibuat dengan tingkat yang bervariasi mulai dari sulit, sedang, dan mudah. Soal sedang itulah yang dijadikan untuk mengatasi perbedaan kualitas pendidikan. Jika siswa kesulitan mengerjakan soal, artinya mereka tidak belajar dan tidak menguasai,”
Karena kesannya masalah penghapusan Ujian Nasional pada tingkat Sekolah Dasar terlalu rumit penuh dengan pro dan kontra berikut sebagian pendapat dari para pakar dibidangnya
Menurut Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi mendukung penuh rencana penghapusan Ujian Nasional (UN) di sekolah dasar (SD). Lantaran adanya UN tidak sejalan dengan amanat peraturan perundang-undangan mengenai Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajardikdas) sembilan tahun.
Jika saja penghapusan UN teralisasi, menurutnya Kabupaten Purwakata bakal menjadi yang pertama untuk melakukan penyesuaian terhadap kebijakan tersebut. Bahkan kata dia, sejak digulirkannya UN ini dirinya menjadi salah seorang yang menentangnya. Bahkan, menurutnya selain penghapusan di SD, pemberlakuan UN di SMP dan SMA pun harus ditinjau ulang. “Sejak awal saya tidak setuju dengan adanya UN, apalagi diberlakukan bagi siswa SD. Beban para siswa akan semakin berat ketika menghadapi UN. Seharusnya anak seusia SD tidak diberikan beban seperti itu. Karena dunia mereka adalah dunia bermain,” ungkap Dedi,
Lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta untuk menghentikan dulu pelaksanaan ujian nasional. Hal ini terkait adanya putusan Mahkamah Agung agar pemerintah menghentikan dulu pelaksanaan ujian nasional jika syarat-syarat pemerataan kualitas dan layanan pendidikan di semua sekolah belum terpenuhi.
“Masukan kepada Presiden dari kajian hukum, kami mendukung agar Presiden menjadi contoh untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung soal kebijakan UN. Sesuai keputusan hukum, UN harus ditunda. Sebab, UN melenceng dari tujuan yang sebenarnya. Sistem pendidikan nasional juga harus dievaluasi,” kata Albert Hasibuan, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Hukum dan HAM usai menerima Tim Advokasi Korban UN, di Jakarta
Namun Penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, terus mendapat resistensi dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Dikatakan anggota Komite III DPD-RI Perwakilan Sulawesi Utara (Sulut), Drs Alvius Lomban MSi, pelaksanaan UN pada 2013 mendatang, tetap ditolak. Pasalnya, hal tersebut mengingkari Hak Asasi Manusia (HAM), yakni hak atas pendidikan bagi setiap warga negara. “Seperti komitmen kami semula, DPD-RI tetap konsisten menolak pelaksanaan Ujian Nasional,
penyelenggaraan UN 2013 harus ditunda, sampai terjadinya kesetaraan dan pemerataan sistem dan proses belajar mengajar, berikut ketersediaan sarana dan prasarana yang di samakan di seluruh sekolah yang ada di Indonesia. “Silahkan melaksanakan UN, tetapi harus dibarengi dengan kesetaraan dan pemerataan sarana dan prasarana di sekolah yang ada di Indonesia. Tetapi, jika masih terdapat kesenjangan, maka pelaksanaan UN, tetap ditolak, sembari menambahkan bahwa hal tersebut mengacu pada keputusan Mahkamah Agung (MA) atas perkara nomor 2596K/Pdt/2009 tentang UN oleh Pemerintah, yang sampai saat ini, tak kunjung dilaksanakan. Sementara itu, berdasarkan Keputusan DPD-RI nomor 7/DPD RI/IV/2011-2012 tentang Hasil Pengawasan DPD-RI atas Pelaksanaan UU-RI nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan Lomban bahwa penilaian dan evaluasi terhadap hasil belajar siswa sepenuhnya menjadi kewenangan kepala sekolah dan guru. Bukan ditentukan UN yang dilaksanakan selama tiga hari. “UU Sisdiknas secara tegas menyebutkan bahwa salah satu penilaian pendidikan yang dilakukan adalah penilaian atau evaluasi terhadap hasil belajar siswa dan evaluasi itu menjadi tanggungjawab guru tersebut. Sehingga profesionalitas guru menjadi kunci keberhasilan Sisdiknas. Dengan demikian keberhasilan pendidikan tidak diukur dengan UN yang dilaksanakan selama tiga hari,
anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Drs Alvius Lomban MSi, menolak pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Yakni mengacu Keputusan DPD-RI tentang Hasil Pengawasan DPD-RI atas Pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), berkenaan dengan pelaksanaan UN.“Kami menolak UN sebagai satu-satunya penentu lulus/tidaknya peserta didik. Sebab, UN seharusnya dipergunakan untuk melakukan pemetaan terhadap mutu pendidikan dan tidak perlu dilakukan setiap tahun.
Beberapa kalangan memang menentang pelaksanaan ujian nasional. Bahkan Bupati Yahukimo, Papua Ones Pahabol dengan tegas menyatakan /bahwa dirinya menolak pelaksanaan ujian nasional (UN) bagi para pelajar yang ada di daerahnya. Menurut bupati, adanya pemberlakuan standar kelulusan secara nasional dan pembuatan soal ujian yang secara terpusat itu dinilai sangat tidak logis diterapkan di daerahnya.
“Kondisi pendidikan di setiap provinsi atau setiap daerah pasti berbeda-beda. Jadi Papua ini harus ada kekhususan, apalagi di daerah-daerah pedalaman seperti di Yahukimo ini, mengingat pelaksanaan proses belajar mengajarnya jelas jauh berbeda bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Indonesia.


2.2.                      Landasan teori yang mendukung

a.       Peraturan Pemerintah nomer 32 tahun 2013 tentang perubahan atas perubahan Peraturan Pemerintah nomer 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yakni dihapusnya Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Dasar (SD)
b.      Pasal 67 ayat 1 yang berbunyi Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah, dan jalur non formal kesetaraan
c.       Pasal 67 ayat 1a yang berbunyi UJian Nasional untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada Pasal 67 ayat 1 dikecualikan untuk SD/MI/SDLB
d.      Pasal 72 ayat 1 yang berbunyi menyebutkan peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar apabila : 1. menyelesaikan seluruh program pembelajaran (2) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran (3) lulus ujian sekolah/madrasah, dan (4) lulus ujian nasional
e.       Pasal 72 ayat 1a yang menyebutkan khusus peserta didik dari SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat dinyatakan lulus setelah memenuhi ketentuan pada ayat (1) yaitu pada angka 1, angka 2, dan angka 3.
f.       Pada Pasal 69 Peraturan Pemerintah ini disebutkan, bahwa setiap Peserta Didik jalur pendidikan formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur pendidikan nonformal kesetaraan berhak mengikuti Ujian Nasional, dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus. Serta kewajiban bagi Peserta Didik untuk mengikuti satu kali Ujian Nasional tanpa dipungut biaya

g.      Pada Pasal 69 ayat 2a yang menyebutkan bahwa Peserta Didik SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat dikecualikan dari ketentuan mengikuti Ujian Nasional itu.

h.      Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 ini bahkan secara tegas menghapus ketentuan Pasal 70 Ayat (1,2) PP No. 19/2005, yang didalamnya disebutkan mengenai materi Ujian Nasional tingkat SD dan sederajat, yang sebelumnya mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matemika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

i.        “Standar Nasional Pendidikan digunakan sebagai acuan Pengembangan kurikulum untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional,” bunyi Pasal 2 Ayat (1a) Peraturan Pemerintah.

j.        “Standar Isi dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri,” bunyi Pasal 5 Ayat (4).

k.      “Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian hasil belajar oleh pendidikan diatur dengan Peraturan Menteri,” bunyi Pasal 64 Ayat (2e) PP No. 32/2013 ini.

2.3.                     Pemecahan Masalah

ü  Setujukah Anda Jika Ujian Nasional Pada Tingkat SD Dihapuskan ?
Berikut ini untuk menanggapi semua wacana dan statement tentang Rencana Penghapusannya Ujian Nasional (UN) pada tingkat SD saya selaku pembuatan makalah ini menanggapinya dengan Positif . karena saya setuju akan penghapusannya Ujian Nasional (UN) pada tingkat Sekolah Dasar (SD).
Jika pertanyaan itu diajukan kepada saya. Setujukah saya jika Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Dasar (SD) dihapuskan maka saya akan menjawab YA SAYA SETUJU akan program Penghapusan Ujian Nasional (UN) . Karena kalau kita perhatikan  selama ini pelaksanaan Ujian Nasional ditingkat Sekolah Dasar SD/MI/SDLB dan sederajatnya memang tidak sepenting dengan Ujian Nasional (UN) pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) materi bahan / bahan ujiannya lebih banyak didominasi oleh local (daerah ).
Lalu jika kita amati pembagian soal itu berdasarkan kisi-kisi yang ditetapkan 75% soal dari daerah dan 25% dari pusat. Artinya peran pusat dalam pembuatan soal-soal ujian tidaklah terlalu besar, selain itu kelulusan murid pun tidak semata berdasarkan Ujian Nasional (UN) tetapi diakumulasikan dengan nilai raport. Artinya peran Ujian Nasional (UN) tidaklah sangat menentukan.
Namun dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Dasar (SD) menjad i hal yang menakutkan untuk guru maupun untuk para murid. Kalaukita amati Kelulusan 100% adalah hal yang sangat penting peranannya untuk menjaga nama sekolahnya akan terangkat sedangkan jika angka kelulusan rendah maka sekolah tersebut akan mendapatkan teguran. Para guru dinilai tidak bisa mengajar ancaman lainnya adalah anggaran untuk sekolah tersebut akan tersendat.
Sepertinya kalau kita mengingat penghapusan UN SD merupakan suatu keharusan sebab ada program wajar 9 tahun dan akan masuk program wajar 12 tahun. Jadi kalau kita mau konsisten UN SD memang harus tidak ada sebab akan memotong program wajar. Jadi ditiadakan UN SD bukan hal istimewa. Karena memang itu adalah hal yang memang harus diterapkan jadi Ujian Nasional itu tidak dibebankan pada anak-anak pada pendidikan Sekolah Dasar (SD).
“Jika siswa tidak lulus UN, seluruh proses belajar dianggap gagal dan harus mengulang UN. Sistem seperti ini tidak cocok diterapkan di jenjang pendidikan SD. Secara umum, itu dapat menghambat perkembangan mental anak ke depannya Karena kegagalan dalam UN tingkat SD dapat menghambat program wajib belajar (wajar) sembilan tahun yang telah ditetapkan pemerintah.
Tanpa UN, bukan berarti menurunkan kualitas pendidikan kita (khususnya tingkat SD), namun harusnya memacu semangat belajar siswa dan guru untuk meraih prestasi sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
ü  Apakah Dampak Positif dan Negatif Dihapuskannya UN tingkat SD ?
Berikut ini untuk menanggapi semua wacana dan statement tentang apakah dampak positif dan negative dari dihapuskannya Ujian Nasional (UN) pada tingkat Sekolah Dasar (SD).
·        Dampak Positif
1. Tidak ada lagi hal yang dikhawatirkan oleh guru tentang apakah anak didiknya dapat LULUS atau tidak . mereka hanya perlu memikirkan untuk lebih meningkatkan mutu pembelajarannya
2. para siswa tidak lagi harus meikirkan dan mengkhawatirkan apakah ia akan lulus atau tidak . mereka cukup belajar dengan giat .
3. tidak ada lagi anak didik yang akan tinggal kelas
·        Dampak Negatif
1. tidak ada lagi chalange atau tantangan yang memacu para murid untuk belajar lebih giat
2. menurunnya semangat para pelajar untuk belajar



BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Kesimpulan awal saya terkait penghapusan UN-SD itu adalah, sebagai berikut :
·         UN-SD dihapuskan karena berdasarkan kerangka Wajib Belajar 9 tahun, yakni 6 tahun SD dilanjutkan dengan 3 tahun SMP. Artinya, peserta didik tidak memerlukan Ujian Nasional guna melanjutkan jenjang pendidikannya dari SD.  Bentuk ujian yang dilaksanakan dapat berupa Ujian Sekolah yang disepakati oleh instansi terkait, yakni satuan pendidikan dan pemerintah daerah, tentunya dengan tetap memperhatikan rambu-rambu yang ada.
·         UN-SD dihapuskan karena sejalan dengan akan diberlakukannya Kurikulum 2013 pada Juli 2013.  Ini seakan mempertegas bahwa, kurikulum 2013 (dengan pro dan kontra nya) akan tetap diberlakukan secara bertahap dan terbatas, sebagaimana yang disampaikan oleh Mendikbud
·         Tanpa UN, bukan berarti menurunkan kualitas pendidikan kita (khususnya tingkat SD), namun harusnya memacu semangat belajar siswa dan guru untuk meraih prestasi sesuai dengan tugas dan fungsinya.

B.   Saran

·         Untuk Guru-guru harus lebih meningkatkan kualitas belajar mengajarnya untuk bekal anak didiknya memasuki kelas yg baru Sekolah Menengah Pertama
·         Untuk Murid-murid jika Ujian Nasional (UN) sudah resmi dihapuskan tetaplah untuk giat belajar karena sudah tidak ada lagi ujian nasional
·         Untuk pemerintah harus lebih memperhtikan kualitas sekolah dan kualitas pengajarnya baik dilingkungan perkotaan maupun pelosok pedesaan agar kesejahteraan semakin ditingkatkan

C.   Daftar Pustaka

·         www.merdeka .com
·         http://tolakujiannasional.com/

1 comment: